Ataudi atasnya kumpi, apa namanya? Di Bali dikenal dengan adanya istilah Catur Dasa Pitara. Catur Dasa Pitara ini merupakan 14 generasi yang ada di Bali. Mulai dari anak, orang tua (bapak dan ibu), kakek nenek, hingga ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Berikut adalah tingkatan dari Catur Dasa Pitara. 1. Anak, lahir buah karya dari bapa (ayah) 2.
ArticlePDF Available AbstractThis writing aimed at identifying forms, meanings, and social factors that cause the differences of kinship address in Balinese language. The data in the form of sentences that contain kinship addresses were collected by applying interview and observation methods. The data were collected from Balinese speakers, literatures, and authorโs intuition as a Balinese speaker. The data were analyzed via distributional method with dividing-key-factors and substitution techniques, and referential identity method. The results showed that kinship addresses are in the forms of words and the forms are varied. The meaning of the kinship addresses was based on kinship which can be differed according to lineage and marital linkage. There are addresses denoted to diverse kin, various addresses attribute to a specific kin, and an address that only attributes to a certain kin. Each of kinship addresses have distinction based on various factors, formality, kinship types, age, marital status, sex, and social status. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeAuthor contentAll content in this area was uploaded by I Gede Bagus Wisnu Bayu Temaja on Jan 28, 2019 Content may be subject to copyright. i geDe Bagus Wisnu Bayu temaja sapaan kekeraBatan ...211SAPAAN KEKERABATAN DALAM BAHASA BALIKINSHIP ADDRESSES IN BALINESE LANGUAGEI Gede Bagus Wisnu Bayu TemajaIlmu Linguistik, Universitas Gadjah MadaJalan Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta 55281Telepon 0274 513096, Faksimile 0274 550451Pos-el wisnubt naskah masuk 17 Juli 2018Tanggal revisi akhir 27 Desember 2018Abstract๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎จ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Keywords ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Abstrak๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎penyebab perbedaan sapaan kekerabatan dalam bahasa Bali. Data berupa kalimat yang mengandung sapaan kekerabatan dikumpulkan dengan menerapkan metode cakap dan simak. Data diperoleh dari penutur bahasa Bali, pustaka-pustaka bahasa Bali, dan intuisi penulis sebagai penutur bahasa Bali. Data dianalisis menggunakan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung dan ganti, dan metode padan referensial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan bentuk lingualnya, sapaan kekerabatan berupa kata dan memiliki variasi bentuk. Makna sapaan mengacu pada referen berupa kerabat yang dibedakan atas kekerabatan yang diperoleh dari garis keturunan dan perkawinan. Terdapat sebuah sapaan yang mengacu pada banyak referen kerabat, ragam sapaan untuk satu referen kerabat, dan sebuah sapaan untuk satu referen kerabat. Masing-masing sapaan kekerabatan memiliki perbedaan didasarkan atas faktor keformalan, jenis kekerabatan, umur, status pernikahan, jenis kelamin, dan status kunci sapaan, kekerabatan, bentuk, makna, faktor 212Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018211โ220 1. PendahuluanInteraksi terjadi ketika adanya komunikasi baik melalui cara lisan maupun tulis yang dapat berlangsung secara langsung ataupun tidak langsung dan melibatkan pelaku tutur. Ketika terjadi interaksi antara pelaku tutur, salah satu komponen yang menjadi bagian dari interaksi adalah adanya proses saling menyapa. Adapun pelaku tutur tersebut yaitu pembicara, lawan bicara, dan isi pembicaraan Wibowo dan ๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎suatu interaksi melibatkan satu aspek penting yaitu penyapaan. Penyapaan dalam interaksi dilaksanakan menggunakan kata sapaan. ๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎sapaan merujuk pada morfem, kata, atau frasa yang dipergunakan untuk saling merujuk dalam situasi pembicaraan yang berbeda-beda menurut sifat hubungan antarpelaku tutur. Pelaku tutur yang dimaksud adalah penutur atau pembicara dan lawan tutur. Saat penutur menyapa lawan tutur, penutur menggunakan sapaan bergantung pada hubungannya dengan lawan tutur. Sapaan dapat dibedakan menjadi sapaan pronomina persona, kekerabatan, nama, pekerjaan, keakraban, dan keagamaan Wijana, 199135. Berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sapaan kekerabatan, dalam menyapa salah satu anggota kekerabatan, sapaannya cenderung beragam dan dalam tiap bahasa berbeda-beda. Misalnya saat seseorang menyapa ayahnya, bahasa Inggris mengenal sapaan father dan daddy, sedangkan bahasa Indonesia mengenal bentuk ayah dan papa. Kedua sapaan termasuk ke dalam sapaan kekerabatan karena pelaku tutur memiliki hubungan kekerabatan, yaitu antara anak sebagai penutur dan ayah sebagai lawan tutur. Dalam bahasa Bali BB bahasa Austronesia; sebagian besar dituturkan di Bali, Indonesia; tiga juta lebih penutur, sapaan untuk ayah dapat berupa ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ dan nanang. Jika dibandingkan dengan sapaan bahasa Indonesia dan Inggris yang hanya memiliki dua bentuk sapaan untuk ayah, berbeda halnya BB yang memiliki empat bentuk. Adanya empat bentuk sapaan, seperti untuk ayah, menjadi salah satu bukti adanya sapaan kekerabatan dalam BB. Selain itu, beragamnya bentuk sapaan untuk acuan sebuah referen seperti ayah menjadi keunikan bahwa hal ini penting untuk ini khusus membicarakan sapaan kekerabatan yang dipergunakan dalam BB. Kajian sapaan kekerabatan BB penting dilaksanakan mengingat penyapaan tiap kerabat memiliki beragam bentuk lingual, seperti penyapaan ayahโ memiliki empat variasi bentuk lingual, dan sapaan kekerabatan lainnya yang diasumsikan memiliki bentuk sapaan yang juga bervariasi. Variasi tersebut muncul dipengaruhi oleh beragam faktor sosial. Sapaan kekerabatan berhubungan dengan kekerabatan sebagai realisasi dari sapaan jenis tersebut. Kekerabatan di Bali dibedakan menjadi kekerabatan berdasarkan garis keturunan dan garis pernikahan. Kekerabatan berdasarkan garis keturunan disebut sistem patrilineal atau garis keturunan dari ayah, dan di Bali dikenal dengan istilah purusa Asmarajaya, 2017. Di sisi lain, kekerabatan berdasarkan garis perkawinan ada di pihak kekerabatan BB memiliki berbagai bentuk seperti dalam menyapa satu referen kerabat, misalnya, sapaan untuk ayahโ. Beragamnya bentuk sapaan untuk ayah bukannya tanpa alasan mengingat keragamannya muncul karena faktor sosial Saleh, 201721. Faktor sosial yang dimaksud adalah faktor-faktor di luar kebahasaan seperti status sosial, umur, jenis, dan kelamin. Status sosial menjadi salah satu faktor yang menyebabkan beragamnya sapaan kekerabatan ada di Bali. Status sosial direalisasikan dalam bentuk sistem kasta, misalnya sapaan ๎๎๎ dipergunakan oleh golongan kasta Brahmana. Ketika seorang anak menggunakan ๎๎๎ untuk menyapa ayahnya dalam kasta Brahmana, hal tersebut menjadi ciri khas kasta. Ciri khas itu kemudian melahirkan kelompok tutur tersendiri di dalam kekerabatan berlandaskan kasta. Kasta menjadi realisasi dari kelompok tutur yang menyebabkan mereka menggunakan bentuk yang sama seperti sapaan ๎๎๎๎๎ ๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฒ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎mengacu pada bentuk dan makna atau referen kerabat yang diacu, sapaan kekerabatan BB juga memiliki perbedaan yang didasarkan atas faktor ini dilaksanakan dengan ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎ฅ๎ฅ๎๎ ๎ค๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎penelitian ini mengkaji bentuk lingual, makna kerabat yang diacu, dan faktor sosial yang i geDe Bagus Wisnu Bayu temaja sapaan kekeraBatan ...213memengaruhi perbedaan penggunaan sapaan terkait pernah dilaksanakan oleh Wijana 1991 yang mengkaji penggunaan sapaan dalam bahasa Indonesia. Ia menemukan realisasi sapaan dapat berupa pronomina persona, kekerabatan, nama, pekerjaan, keakraban, dan keagamaan. Dalam BB, Kamajaya 2014 mengkaji sapaan berupa pronomina persona. Penelitian itu mengupas struktur semantik dari sapaan pronomina. Mengingat realisasi sapaan lainnya belum dikupas dalam BB sehingga penelitian ini berupaya melengkapi pemetaan sapaan dalam BB, dimulai pada sapaan kekerabatan. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, yaitu sapaan kekerabatan, Sari, Ermanto, dan ๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎pemakaian sapaan kekerabatan dalam bahasa Melayu di Riau. Kajian Sari dkk. 2013 dapat menjadi ancangan di dalam mengkaji sapaan kekerabatan pada tiga kajian di atas, penelitian sapaan kekerabatan dilaksanakan mengingat objek ini belum mendapat perhatian dalam kajian sapaan BB sehingga pelaksanaan penelitian ini dapat melengkapi pemetaan bentuk sapaan dalam ๎ฅ๎ฅ๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎pada terlaksananya pendokumentasian dan pelestarian kearifan lokal yang direalisasikan dalam bentuk sapaan kekerabatan sebagai sarana untuk memperkenalkan bahasa dan tatanan hidup masyarakat Bali, serta sebagai bahan di dalam pembelajaran bahasa Wijana, 199135.Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu penyediaan data, analisis data, dan penyajian data. Penyediaan data dilaksanakan dengan menerapkan metode cakap dan simak Sudaryanto, 2015. Data berupa kalimat yang mengandung sapaan kekerabatan diperoleh dari penutur BB sebagai sumber data primer, dan pustaka-pustaka yang memuat sapaan BB serta penulis sebagai anggota masyarakat dan penutur BB sebagai sumber data sekunder. Analisis data dilaksanakan dengan menerapkan metode agih dengan teknik bagi unsur langsung dan ganti, dan metode padan referensial Sudaryanto, 2015. Teknik bagi unsur langsung diterapkan guna membagi kalimat ke dalam beberapa konstituen guna ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Teknik ganti diterapkan mengingat sapaan dapat berganti satu sama lain sebagai subjek dan objek tuturan. Kedua teknik diterapkan untuk menganalisis bentuk sapaan. Kemudian, metode padan referensial diterapkan untuk menganalisis makna dan faktor disajikan menggunakan tabel dan uraian berupa kata-kata. Pada bagian akhir, ditarik simpulan dari pembahasan hasil Kerangka TeoriPelaksanaan penelitian ini memerlukan teori ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎penelitian. Seperti yang sudah diketahui bahwa sapaan digunakan untuk menyapa seseorang yang berbeda-beda bergantung pada hubungan dengan seseorang tersebut di dalam komunikasi, sapaan memiliki fungsi untuk menyapa yang dibarengi oleh konteks Sari dkk., 2013513. Dalam realisasinya, secara lingual bentuk sapaan dapat berupa morfem, kata, ataupun frasa ๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฐ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎satuan terkecil kebahasaan dan tidak mampu dibagi kembali menjadi bagian bermakna; kata dapat berdiri sendiri dan terbentuk dari morfem dan gabungan morfem; dan frasa terbentuk dari gabungan dua kata atau lebih dan bersifat non-๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Chaer 2000107 menyatakan bahwa sapaan berfungsi untuk menegur dan lebih jelasnya untuk menyapa referen berupa orang kedua atau yang diajak bertutur. Dalam sapaan kekerabatan, untuk kekerabatan sendiri, Mahmud 200315 menyebut bahwa kekerabatan menyangkut hubungan sosial berdasarkan garis keturunan dan perkawinan. Tiap sapaan kekerabatan akan dipergunakan oleh pembicara untuk menyapa lawan tutur yang masih memiliki hubungan kerabat. Satuan kebahasaan yaitu bentuk sapaan memiliki referen yang diacu di luar kebahasaan atau dalam hal ini adalah kerabat ๎๎ ๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Wijana 1991 menyatakan bahwa sapaan memiliki perbedaan karena dipengaruhi oleh faktor keformalan, jumlah, jenis kelamin, kekerabatan, umur, hubungan perorangan, status pernikahan, status sosial, dan latar belakang agama. 214Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018211โ220 3. Hasil dan Pembahasan Pemaparan hasil analisis diuraikan ber-๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎bentuk, makna, dan faktor sosial yang memengaruhi perbedaan sapaan Bentuk SapaanSapaan kekerabatan BB berdasarkan bentuk lingualnya hanya berupa kata. Tidak ditemukan sapaan kekerabatan berupa frasa ataupun satuan lingual lainnya. Realisasi penggunaan sapaan kekerabatan dapat memperhatikan kalimat berikut.1 Dadong๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎?๎ ๎ต๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ข๎ถSapaan dadong 1 merupakan salah satu realisasi sapaan kekerabatan. Pada data lainnya, sapaan dadong dipergunakan dalam bentuk lain, yaitu dong, perhatikan kalimat berikut.1 Dong๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎!๎ ๎ต๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ถKalimat 1 dan 2 menampilkan sapaan dadong yang dapat berupa dong. Penulis menggolongkan dadong sebagai variasi bentuk dong. Adapun realisasi bentuk sapaan kekerabatan BB secara lengkap dapat diperhatikan pada Tabel 1 1 Bentuk Sapaan KekerabatanSapaan Variasi Bentukbapa ayahโ pananang ayahโ nangaji ayahโ jikguru ayahโ rubiang ibuโ yangmeme ibuโ mekbeli kakak laki-lakiโ blimbok kakak perempuanโ -adi adikโ dipekak kakekโ kakkakiang kakekโ kiangkaki kakekโ kakwayah kakekโ ayahmbah nenekโ -nini nenekโ niniang nenekโ nyangdadong nenekโ dongodah nenekโ dahkumpi buyutโ piputu cucuโ Tucening anak/cucuโ ningKolom pertama merupakan bentuk sapaan yang berupa satuan kata. Sapaan tersebut memiliki variasi bentuknya masing-masing kolom kedua. Adanya variasi bentuk tersebut terjadi karena proses fonologis dan besar variasi bentuk mengalami proses morfologis pemenggalan clipping, yaitu dengan menghilangkan silabel awal sapaan dari bentuk lengkapnya. Adapun proses ini terjadi pada sapaan ๎ ๎๎๎๎ ๎บ๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎บ๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎บ๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎บ๎ ๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎ ๎บ๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎ dan ๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎ning. Khusus pada sapaan ๎๎๎ dengan variasi bentuknya ๎๎๎๎๎, terdapat tambahan bunyi glotal /๎ฏง๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎k๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฟ๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎opsional, variasi bentuknya dapat berupa ๎๎ ataupun ๎๎๎. Akan tetapi, jika ๎๎๎๎๎๎ diikuti oleh bentuk nama, bunyi glotal /๎ฏง/ wajib hadir, seperti ๎ญ๎๎๎ ๎ท๎๎๎ dan ๎ญ๎๎๎ ๎ง๎. Kasus serupa juga ditemukan pada sapaan meme dengan variasi bentuknya ๎๎๎๎๎ yang jika diikuti bentuk nama bentuknya wajib diikuti bunyi glotal /๎ฏง/, mek, misalnya ๎ฐ๎๎๎ ๎ท๎๎๎ dan๎ ๎ฐ๎๎๎ ๎ง๎. Selanjutnya, dapat diperhatikan pula data ๎ ๎๎๎๎๎ ๎บ๎ ๎๎๎๎, mengalami penghilangan silabel awal bi-, yang seharusnya menjadi *ang, tetapi bentuk tersebut tidak berterima. Di antara silabel bi๎๎๎ang terdapat bunyi pelancar berupa semivokal /y/ yang hanya terlihat jika datanya ditranskripsikan secara fonetis [biy๎๎พ๎๎๎๎ฒ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎bentuk biang berupa yang๎ ๎พ๎๎๎พ๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎๎๎bentuk fonetisnya, dan bukannya *ang. Lebih lanjut, data wayah dengan variasi bentuknya ๎๎๎yah, membuatnya dapat berbentuk yah atau ayah. Jika bentuk yang dipilih ๎๎๎๎๎ hal itu mengalami proses fonologis berupa perubahan bunyi, yaitu aferesis apheresis atau penghilangan segmen ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Selain proses morfologis di atas dan proses fonologis sebelumnya, sapaan ๎๎๎๎๎ ๎บ๎kak mengalami proses apokope apocope atau penghilangan bunyi pada segmen akhir i geDe Bagus Wisnu Bayu temaja sapaan kekeraBatan ...215๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎yang mengalami proses sinkope syncope atau penghilangan segmen bunyi di tengah kata ๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ซ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎sapaan ๎ ๎๎๎๎๎บ bli yang mengalami penghilangan nukleus vokal /e/ pada silabel pertama. Proses sinkope juga terjadi pada sapaan niang ๎บ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎fonetisnya, [niy๎๎พ๎๎๎บ๎ [๎๎๎พ๎๎๎ ๎ฏ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎terjadi proses merger atau penggabungan fonem, selain sinkope. Pada awalnya terjadi penghilangan vokal /i/ pada silabel pertama sehingga menjadi [niy๎๎พ๎๎๎บ๎ [ny๎๎พ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎y/ menjadi lemah yang membuatnya bergabung dengan konsonan alveolar nasal /n/ sehingga menghasilkan konsonan baru, yaitu palatal nasal /๎/, menciptakan [niy๎๎พ๎๎๎บ๎[๎๎๎พ๎๎Terdapat bentuk sapaan yang tidak memiliki variasi bentuk seperti sapaan mbok dan mbah. Hal itu disebabkan kedua sapaan hanya terdiri atas satu silabel. Syarat silabel untuk muncul ialah sedapatnya melibatkan sebuah bunyi vokal ๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎hanya mengandung satu bunyi vokal. Selain itu, konsonan /m/ dan /b/ merupakan konsonan homorgan yang berasimilasi satu sama lain, membuatnya seolah sebagai โkonsonan tunggalโ. Makna SapaanMakna sapaan berhubungan dengan acuan dari bentuk lingual sapaan yang ditujukan untuk referen di luar kebahasaan, yaitu orang yang termasuk kerabat. Bentuk sapaan yang dipakai dalam analisis ini adalah sapaan yang secara lingual berupa bentuk/kata penuh1. Dari analisis makna ini ditemukan sapaan kekerabatan dalam BB yang digolongkan berdasarkan garis keturunan dan garis perkawinan. Masyarakat Bali menganut sistem patrilineal sehingga kekerabatan menurut garis keturunan diperhitungkan dari pihak ayah, sedangkan garis perkawinan dari pihak sapaan kekerabatan berdasar-kan garis perkawinan dapat diperhatikan dalam penyapaan 3 dan 4 berikut. 3 Meme๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎. Ibu, saya sekarang berangkat sekolah.โ1 ๎๎ถ๎๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎ ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎4 ๎ถ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎cening! Sering-seringlah belajar dan membaca buku, cucu!โTabel 2 Referen Sapaan KekerabatanSapaan Garis Keturunan Garis Perkawinanaji, guru, bapa, nanangayah kandung, kakak laki-laki ayah paman, adik laki-laki ayah paman,ayah mertua, kakak laki-laki ibu paman, adik laki-laki ibu paman, suami dari kakak ibu paman, suami dari adik ibu paman, suamibiang, memekakak perempuan ayah bibi, adik perempuan ayah bibiibu kandung, ibu mertua, kakak perempuan ibu bibi, adik perempuan ibu bibi, istri dari kakak ibu bibi, istri dari adik ibu bibi, istribeli kakak laki-laki suami kakak kakak ipar, suami, kakak laki-laki dari suami kakak ipar, kakak laki-laki dari istri kakak iparmbok kakak perempuanistri kakak kakak ipar, kakak perempuan dari suami kakak ipar, kakak perempuan dari istri kakak iparadi - istripanggil namaadik laki-laki, adik perempuanistri adik adik ipar, suami adik adik ipar, menantu, istri, adik perempuan dari suami adik ipar, adik perempuan dari istri adik ipar, adik laki-laki dari suami adik ipar, adik laki-laki dari istri adik iparkakiang, kaki, wayah, pekakayah dari ayah kakek, kakak laki-laki kakek, adik laki-laki kakek,ayah dari ibu kakeknini, niang, mbah, odah, dadongibu dari ayah nenek, kakak perempuan kakek, adik perempuan kakek,ibu dari ibu nenekkumpi ayah dari kakek buyut, ibu dari kakek buyut- 216Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018211โ220 cening, panggil namaanak -putu, cening, panggil namacucu -Sapaan kekerabatan berdasarkan garis keturunan, terutama dalam Tabel 2. Makna sapaan kekerabatan yang diacu dapat digolongkan kembali menjadi 1 sapaan yang memiliki beragam referen dan 2 sapaan yang khusus mengacu pada satu referen. Pertama, sapaan yang memiliki beragam referen, seperti ragam sapaan ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎ dan nanang, mengacu pada sapaan untuk ayah kandung dan paman adik dan kakak laki-laki ayah. Sapaan biang dan meme dipergunakan untuk menyapa kedua bibi, baik untuk adik perempuan ayah maupun kakak perempuan ayah. Kemudian, sapaan ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ dan pekak dipakai untuk menyapa kakek ayah dari ayah dan saudara laki-laki kakek, baik adik maupun kakaknya. Untuk penyapaan nenek ibu dari ayah dan saudara perempuan kakek baik kakak maupun adiknya dipergunakan sapaan ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ dan dadong. Lalu, sapaan kumpi mengacu pada sapaan untuk buyut laki-laki ayah dari kakek dan buyut perempuan ibu dari kakek. Sapaan cening merupakan sapaan untuk anak dan cucu. Selain sapaan itu, beberapa bentuk sapaan menggunakan sapaan berupa nama panggil nama untuk menyapa adik, anak, dan cucu. Dalam BB sapaan berdasarkan garis keturunan yang memiliki beragam acuan tidak membedakan referen yang diacu. Hal itu bergantung pada hubungan kekerabatan antara penutur dan lawan sapaan yang hanya mengacu pada satu referen khusus berdasarkan garis keturunan terdapat pada sapaan ๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎ ๎๎๎๎ dan putu. Sapaan beli mengacu pada penyapaan untuk kakak laki-laki. Sapaan untuk kakak perempuan mempergunakan sapaan mbok. Kemudian, sapaan putu hanya mengacu pada sapaan untuk cucu selain sapaan berupa cening dan nama. Untuk sapaan putu ini berbeda dengan bentuk nama Putu yang merupakan salah satu bentuk penamaan orang Bali untuk anak kelahiran ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Selanjutnya, dibahas sapaan untuk menyapa kerabat berdasarkan garis perkawinan. Realisasi penggunaannya dapat memperhatikan ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎5 Adi๎๎ ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎nah! Istri sayang, jangan lupa menyapu di depan rumah ya!โ๎๎๎๎๎ ๎ฏ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎nanang? Mau ke mana ayah mertua?โKekerabatan berdasarkan garis perkawinan dalam Tabel 2 juga memiliki bentuk sapaannya tersendiri meskipun terdapat beberapa kesamaan dengan sapaan garis keturunan. Sama seperti analisis makna pada garis keturunan, pembahasan makna di sini juga dipisahkan berdasarkan 1 sapaan untuk beragam referen dan 2 sapaan untuk satu referen khusus. Pertama, sapaan biang dan meme mengacu pada ragam penyapaan untuk ibu kandung, ibu mertua, dan bibi kakak dan adik perempuan ibu; bibi istri dari kakak dan adik ibu, serta untuk istri. Sapaan ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ dan nanang merupakan sapaan untuk ayah mertua, paman, dan suami. Selanjutnya, sapaan untuk istri kakak kakak ipar dan kakak ipar, baik kakak perempuan dari suami maupun istri, mempergunakan sapaan mbok. Lalu, sapaan beli menjadi acuan untuk penyapaan suami kakak kakak ipar dan kakak ipar kakak laki-laki dari suami ataupun istri. ๎ผ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎nama panggil nama menjadi bentuk sapaan yang dipakai untuk menyapa semua adik ipar dan juga untuk istri. Secara keseluruhan, sapaan berdasarkan garis perkawinan dengan beragam referen tidak memiliki perbedaan di antara referen yang diacu sapaan yang hanya mengacu khusus untuk satu referen saja antara lain adi yang dipergunakan untuk menyapa istri. Sapaan untuk kakek diacu menggunakan ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ dan pekak. Lalu, yang terakhir sapaan ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ dan dadong dipergunakan untuk menyapa nenek ibu dari ibu. Mengingat pembahasan makna hanya terbatas pada acuan anggota kerabatnya, diperlukan uraian lanjutan guna mengetahui ranah penggunaan dan penyebab beragamnya referen untuk acuan tertentu. Hal tersebut dibahas pada uraian faktor sosial. i geDe Bagus Wisnu Bayu temaja sapaan kekeraBatan ... Faktor SosialAdanya perbedaan tiap sapaan kekerabatan menunjukkan kegunaan yang beragam dari tiap-tiap bentuk sapaan. Perbedaan dipengaruhi oleh faktor-faktor luar kebahasaan, yakni faktor sosial Wijana, 199135. Faktor sosial pembeda sapaan kekerabatan BB meliputi faktor keformalan, jenis kekerabatan, umur, status pernikahan, jenis kelamin, dan status sosial. Faktor ini dianalisis melalui penyapaan dan pembicaraan penutur kepada lawan tutur yang dianggap berkerabat dalam pertama, yaitu keformalan dapat dibagi menjadi ragam formal dan nonformal. Faktor ini menunjukkan bagaimana sapaan kekerabatan salah satunya sebagai penunjuk keformalan. Faktor keformalan dapat ditelusuri melalui adanya perbedaan sapaan kekerabatan dilihat dari bentuknya, yaitu antara bentuk penuh dan variasi bentuknya. Sapaan berupa kata penuh dipergunakan dalam ragam formal. Saat penutur P menyapa dan berbicara dengan lawan tutur LT pada konteks kerabat cenderung menggunakan ragam formal. Misalnya, dalam paruman rapatโ antara keluarga besar 7 berikut, seseorang P berbicara dengan ayahnya LT perihal pemugaran pura.7 Bapa๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎. Bapak, sekarang saya ingin berbicara perihal pemugaran pura kita ini.โPenggunaan bapa 5 sebagai sapaan menunjukkan bahwa situasi pemakaiannya berada pada ranah formal, yaitu dalam suasana rapat. Selain itu, keseluruhan isi tuturannya menggunakan ragam tingkat tutur BB alus ragam tinggi yang menandakan konteksnya formal. Kendatipun hubungan antara mereka berkerabat, antara ayah dan anak, mengingat situasinya formal, bahasanya pun mengikuti ragam formal, termasuk juga penggunaan sapaan kekerabatan menggunakan kata penuh. Hal itu akan berbeda jika konteksnya berubah ke ranah nonformal, seperti saat sang anak P mengobrol santai dengan ayahnya LT di ๎๎๎๎๎๎ lumbung ๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ pa๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎diabetes nyan! Kurangi sekarang makan gula pak, supaya tidak diabetes nanti!โPenggunaan sapaan pa๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎bahwa situasinya berubah menjadi informal yang ditandai dengan penggunaan BB andap ragam rendah. Hal itu menunjukkan bahwa sapaan kekerabatan berupa variasi bentuk, yaitu bentuk nonformal atau disebut juga untuk penggunaan bahasa sehari-hari ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎. Di sisi lain, pada beberapa kasus, perlu diperhatikan bahwa terdapat sapaan yang tidak memiliki variasi bentuk yaitu mbok dan mbah. Pembedaan keformalan kedua sapaan akan sulit dilacak jika tidak dipergunakan dalam penyapaan yang dibarengi konteks, seperti situasi formal 9 dan nonformal 10 saat seseorang P berbicara dengan mbok kakak perempuanโ LT dan mbah nenekโ LT.9 Mbok, ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ Mbah๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎iragane. Mbok/mbah sekarang saya akan berbicara masalah pemugaran pura milik kita.โ10 ๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ mbok๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎diabetes nyan! mbah Kurangi sekarang makan gula mbok/mbah, supaya tidak diabetes nanti!โDari konteks kedua kalimat di atas, secara keformalan sapaan mbok dan mbah dapat menjadi penunjuk bentuk formal dan informal tergantung konteks penggunaannya, yaitu tempat, situasi, dan ragam tingkat tutur yang berdasarkan jenis kekerabatan ditelusuri melalui hubungan kekerabatan antara P dan LT dalam interaksi sehingga dapat dilihat perannya sebagai penunjuk kekerabatan. ๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎bahwa hubungan kekerabatan yang terjadi yaitu antara seorang anak P dan ayahnya LT melalui penggunaan bapa dan pa oleh sang anak. Kemudian, pada tuturan 9, hubungan yang terjadi adalah antara seorang adik dan kakak perempuannya melalui sapaan mbok, serta antara seorang cucu dan neneknya melalui penggunaan sapaan mbah. Hubungan kekerabatan ini dapat diperhatikan pada referen tiap sapaan kekerabatan dalam Tabel 2 mengingat kajian ini lebih terfokus pada sapaan menurut perbedaan umur dapat membedakan bentuk sapaan yang dipergunakan 218Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018211โ220 bergantung pada siapa lawan tutur kerabat yang diajak berinteraksi. Sejatinya pengaruh umur ini dapat diperhatikan pada pembahasan dalam ๎ท๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎ฑ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎kembali pada konteks tuturan untuk memperjelas adanya pengaruh umur. Saat seseorang P menyapa orang lebih dewasa dan tua dalam lingkup kerabat sebagai lawan tutur LT, dia dapat mempergunakan sapaan seperti ๎ ๎๎๎๎๎pekak, ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎dan kumpi bentuk tersebut mewakili ragamnya masing-masing, perhatikan kalimat 11 berikut. Bapa Pekak11 Meme suba madaar tengaine? Mbah sudah makan siang Kumpi harinya?โSapaan mbok dan beli ditunjukkan bila seseorang mengalamatkan sapaan untuk mereka yang lebih tua dalam kerabat, tetapi tergolong masih muda, seperti yang ditampilkan pada tuturan 12.12 ๎ฏ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ beli mani? mbok Mau pergi ke mana besok?โKemudian, sapaan cening dan putu diberikan untuk mereka yang lebih muda di dalam hubungan kekerabatan, misalnya pada penyapaan 13 berikut.13 Cening da engsap mebakti Putu nyen! Jangan lupa sembahyang lagi sebentar!โFaktor umur menjadi penunjuk perbedaan penggunaan sapaan kekerabatan. Selain itu, terdapat sapaan khusus dalam lingkup umur yaitu sapaan adi oleh seseorang yang lebih dewasa. ๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎sudah menikah, yaitu adi ditunjukkan oleh suami kepada istrinya. Hal ini akan lebih dibicarakan pada faktor berdasarkan status kekerabatan berdasarkan status pernikahan dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sapaan untuk suami dan istri. Sapaan untuk suami oleh istrinya dapat berupa ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎, dan beli. Sapaan beli umumnya lebih lazim dipergunakan dibanding empat lainnya, mengingat ketiganya lebih berasosiasi dengan sapaan untuk ayah, sedangkan sapaan istri oleh suami dapat menggunakan sapaan berupa ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎, dan meme. Penggunaan sapaan berdasarkan status pernikahan dapat dilihat pada kalimat 5.Faktor berdasarkan jenis kelamin ๎๎๎ dapat menjadi pembeda penggunaan sapaan kekerabatan. Jenis kelamin di sini merupakan identitas biologis yang diperoleh dari lahir. Jenis kelamin dibedakan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Sapaan untuk kerabat berjenis kelamin laki-laki, antara lain ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎, dan beli. Kemudian, sapaan untuk perempuan meliputi ๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎, mbok, dan adi. Selain sapaan berdasarkan dua jenis kelamin, terdapat sapaan yang dapat mengacu pada laki-laki dan perempuan bergantung pada referen yang diacu dalam penyapaan kerabat. Adapun sapaan tersebut, ialah ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ dan bentuk nama panggil nama. Hal ini sejatinya dapat diperhatikan kembali pada tiap referen kerabat yang dibawai oleh setiap sapaan dalam Tabel terakhir yaitu status sosial yang direalisasikan dalam sistem kasta dalam masyarakat Bali. Struktur masyarakat yang heterogen, seperti di Bali ini, memengaruhi struktur dan penggunaan ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎ini tercermin jelas dari perbedaan tiap sapaan, misalnya sapaan biang dan meme dipakai oleh kasta yang berbeda. Kasta ini terdiri atas empat macam, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta ini diwariskan dari zaman feodal di Bali. Kasta Brahmana merupakan mereka yang berasal dari keturunan pendeta dan pemuka agama. Kasta Ksatria adalah mereka yang berasal dari keturunan para raja, bangsawan, dan pejabat kerajaan. Kasta Waisya adalah kalangan yang berasal dari keturunan pengusaha dan pedagang. Lalu, kasta Sudra adalah kaum keturunan pekerja dan petani. Identitas kasta tiap orang secara sederhana dapat dilihat dari bentuk penamaan yang diberikan kepada masing-masing individu Temaja, 2017.Sapaan ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎, dan nanang yang umumnya diperuntukkan untuk sapaan ayah, masing-masing dipergunakan oleh kasta yang berbeda. Sapaan ๎๎๎ umumnya dipergunakan oleh mereka yang berasal dari kasta Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Kemudian, sapaan bapa dan nanang umumnya menjadi sapaan di kalangan orang Sudra. Lalu, sapaan guru sendiri ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ฟ๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ i geDe Bagus Wisnu Bayu temaja sapaan kekeraBatan ...219tetapi secara kawitan2 dipakai oleh orang yang berasal dari kawitan Bhujangga Waisnawa tentang kawitan tidak terlalu dibicarakan dalam penelitian ini. Sapaan biang dan meme merupakan bentuk sapaan untuk ibu dipakai oleh kasta yang berbeda-beda. Sapaan biang dipakai oleh mereka yang berasal dari kasta Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Lalu, sapaan meme dipakai oleh kalangan kasta Sudra. Sapaan ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ dan pekak, pertama, sapaan kakiang dipakai oleh kalangan Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Realisasi penggunaan sapaan kekerabatan berdasarkan kasta dapat memperhatikan sapaan seseorang kepada kakeknya di dalam keluarga Brahmana 14.14 ๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎kakiang! Ingat lagi sebentar makan pilnya kakek!โSelain itu, sapaan untuk kakek lainnya, seperti wayah, umumnya dipergunakan oleh mereka yang berasal dari kalangan Ksatria dan Waisya. Lalu, kaki dan pekak merupakan sapaan oleh mereka dalam kasta Sudra. Sapaan ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ dan dadong adalah sapaan umum untuk nenek. Sapaan nini dipakai oleh mereka yang berasal dari kalangan Ksatria dan Waisya. ๎ฑ๎๎๎๎ adalah sapaan nenek di dalam kasta Brahmana. Ada yang mengatakan bahwa sapaan niang ini dipakai untuk mereka yang berasal dari kasta Ksatria, Waisya, dan Sudra lalu menikah dengan kalangan Brahmana. ๎ฐ๎ ๎๎ yang umumnya ditemukan pada sapaan kekerabatan di antara kalangan Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kemudian, sapaan odah dan dadong adalah sapaan nenek di antara kalangan Sudra. Berbagai sapaan lainnya seperti ๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ dan adi adalah sapaan yang tidak memiliki batas kasta di dalam penyapaannya pada ranah perkembangan zaman, sapaan kekerabatan berdasarkan faktor kasta sifatnya sudah mencair, artinya bahwa pemaparan sapaan yang dipengaruhi kasta ini sudah tidak seluruhnya seperti pembahasan sebelumnya mengingat di zaman modern ini, kasta juga tidaklah dipandang sebagai suatu yang mutlak. Hal itu lebih pada pembentukan identitas sebagai hasil dari penggunaan bahasa Holmes, 2๎ ๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎ณ๎๎๎๎ด๎ ๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎adalah seperti penggunaan sapaan dengan bentuk berbeda antartiap kasta yang menunjukkan dari kasta mana seseorang berasal. Saat di luar lingkungan keluarga dan kasta, sekat pembeda kasta agak sulit untuk dibedakan. Ditemui kasus ketika seseorang memanggil ibunya dengan sapaan biang padahal yang bersangkutan termasuk kasta Sudra. Hal itu mungkin terjadi karena yang bersangkutan tinggal di lingkungan mereka yang berasal dari kasta Brahmana, Ksatria, ataupun Waisya sehingga memilih meniru menggunakan sapaan biang dalam menyapa ibu. Selain itu, ada pengaruh lain, yaitu โpengangkatanโ derajat keluarga karena adanya motivasi bahwa dengan menggunakan sapaan ini berarti yang bersangkutan dipandang sebagai orang berada atau berasal dari kasta tinggi. ๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎kekerabatan berdasarkan kasta ini begitu cair dalam tatanan masyarakat Bali SimpulanDi dalam menyapa kerabat, masyarakat Bali memiliki berbagai sapaan untuk merealisasikannya, yakni tercermin dalam bentuk sapaan kekerabatan. Secara lingual, bentuk sapaan kekerabatan secara umum berbentuk kata dan masing-masing memiliki variasi bentuk sebagai hasil proses fonologis dan morfologis. Setiap makna kerabat dari sapaan dapat diacu oleh banyak bentuk lingual. Sebuah sapaan dapat menjadi acuan untuk beragam anggota kekerabatan ataupun satu sapaan untuk satu hubungan kerabat saja. Penyapaan kekerabatan digolongkan atas kekerabatan dari garis keturunan dan garis beberapa keberagaman sapaan kekerabatan disebabkan oleh beberapa faktor sosial, yang meliputi keformalan, jenis kekerabatan, umur, status pernikahan, jenis kelamin, dan status sosial. Faktor yang paling kompleks dalam sapaan kekerabatan BB adalah status sosial berupa kasta. Ketika seseorang menyapa kerabat menggunakan bentuk tertentu, orang yang menyapa dan diacu dapat dilihat identitasnya atau berasal dari kasta mana orang tersebut, tentu saja dalam konteks hubungan kekerabatan. 220Metalingua, Vol. 16 No. 2, Desember 2018211โ220 SaranHasil temuan ini mudah-mudahan dapat memberikan sumbangsih dalam kajian sapaan yang mengungkap bahwa faktor sosial memengaruhi perbedaan sapaan juga didasarkan atas faktor status sosial berupa PustakaAsmarajaya, I Made. 2017. โSistem Kekerabatan Kepurusa di Bali.โ ๎ญ๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฉ๎ซ๎๎ธ๎๎๎๎ Vol. ๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎Chaer, Abdul. 2000. ๎ท๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎. Jakarta Bharata Karya Aksara.๎ซ๎๎๎๎๎๎๎๎ญ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎An Introduction to Sociolinguistics Edisi Ketiga๎๎ Essex Pearson Education Bali. 2015. โMengetahui Makna dan Sejarah Kawitan di Baliโ. ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎ ๎ฐ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎Pukul I Ketut Agus Adi. 2014. โStruktur Semantik Pronomina Persona dalam Sistem Sapaan Bahasa Bali.โ ๎ฏ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ Vol. 21 Maret 2014.๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa๎๎๎ญ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ซ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎ฏ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Edisi Keempat๎. Jakarta Gramedia Pustaka Raja. 2017. โBentuk Sapaan Kekerabatan dalam Bahasa Banjar di Tembilahan, Riau. ๎ฐ๎๎๎๎ ๎น๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎จ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎ฑ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ณ๎ถ๎๎๎๎๎๎ ๎ฎ๎๎๎๎ ๎ถ๎๎๎๎๎๎ ๎ฎ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎dalam Bahasa Melayu di Kepenghuluan Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau.โ ๎ญ๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎น๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎Maret 2015. ๎ฐ๎๎๎๎๎๎ ๎๎๎๎ ๎ค๎๎๎๎๎ ๎ท๎๎๎๎๎๎ ๎ค๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ ๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ ๎บ๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฏ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ผ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎๎ง๎๎๎๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎Temaja, I Gede Bagus Wisnu Bayu. 2017. โSistem Penamaan Orang Bali.โ Humanika๎๎น๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎Desember Ridha Mashudi dan Retnaningsih, Agustin. 2015. โDinamika Bentuk-Bentuk Sapaan sebagai ๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎Humaniora๎๎น๎๎๎๎๎๎๎๎ฑ๎๎๎๎๎๎ฒ๎๎๎๎ ๎๎๎๎๎๎๎๎Wijana, I Dewa Putu. 1991. ๎ท๎๎๎๎ธ๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฅ๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ผ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฉ๎๎๎๎๎๎๎๎Sastra Universitas Gadjah Mada.๎บ๎๎๎๎๎๎๎๎ฌ๎๎ง๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎๎ต๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฐ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ถ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ฎ๎๎๎๎๎๎๎ท๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ค๎๎๎๎๎๎๎. ๎ผ๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎๎ณ๎๎๎๎๎๎๎ ... On the island of Bali, two mother tongues are members of the Austronesian languages, namely Balinese and Balinese Malay. Balinese is a regional language in Indonesia spoken on the island of Bali Temaja, 2018dTemaja, , 2018b, parts of Lombok, and the east coast of East Java. Balinese is one of Indonesia's languages with many speakers Temaja, 2018aTemaja, , 2021. ...Ida Ayu Putu Aridawati I Gede Bagus Wisnu Bayu TemajaIda Bagus Rai PutraI Gusti Ayu ArminiThis research aimed to explore the genetic relationship between Balinese and Balinese Malay quantitatively and qualitatively. The research was conducted in three steps 1 data collection, 2 data analysis, and 3 data display. Data collection was conducted by implementing the interview method through a guided interview, recording, and note-taking techniques. The data were 200 Swadesh word lists collected from speakers of both languages as the data. Data analysis was conducted by implementing lexicostatistics and phonemic correspondence techniques. The data were displayed formally and informally, as well as in both combinations. The research results showed that both languages have a 36% genetic relationship percentage. The time between the two languages was presumed to have diverged around 2,354 โ 2,157 years ago. It is estimated that both languages started to diverge from their earlier proto-language around 2,569 years ago. In addition, six phonemic correspondences of both languages consist of /ษ โ a /, / i โ ษ /, / a โ ษ /, / o โ u /, / u โ o /, and / h โ r /. Concerning the levels of language classification, the genetic relationship of both languages belongs to a common language family since the results are within the percentage range 36-81% and diverged year range 500-2,500 years. Based on the genetic language typology, it can be concluded that both languages belong to Austronesian languages. Specifically, they belong to the subfamily Malayo-Sumbawan Putu Ayu Kartika DewiI Wayan SubakerThe aim of this article is to find the mapping of Balinese address terms and its translation into English in a Folktale entitled I Juragan Anom. The mapping is used to categories and make clear the major conceptual of the address term are used in folktale I Juragan Anom. Based on the simple analysis, the mapping of Balinese address terms can be categories into three, there are 1 Balinese address term sub-type indicating honorific caste system; 2 Balinese address term sub-type personal name system; and 3 Balinese address term sub-type DiyantiThis article aims to analyze the types of kinship greeting words in Kerinci language and social factors that influence the types of kinship greeting words in Kerinci language in Gunung Raya sub-district, Kerinci district. This research uses a qualitative approach with descriptive methods. The research data is the kinship greeting words in Kerinci language in Gunung Raya sub-district, Kerinci district. The research data comes from informants as native speakers of Kerinci language who live in Gunung Raya result of this study is the community kinship system of Gunung Raya sub-district based on matrilineal lineage, someone will follow the lineage of mother. The male becomes a kindred based on the marriage line. The kinship greeting words in Kerinci language in Gunung Raya sub-district based on the lineage consist of 25 greeting words, while the kinship greeting words in the Kerinci language in Gunung Raya sub-district based on the marriage line consist of 29 greeting words. Social factors that influence the form of kinship greeting words in Kerinci language in Gunung Raya sub-district are social distance, age, gender, social status, physical characteristics, and language contact. Keyword greeting words; Kerinci language; kinship; Gunung Raya sub-district I Gede Bagus Wisnu Bayu TemajaPenelitian ini bertujuan untuk memaparkan aspek-aspek yang mempengaruhi sistem penamaan orang Bali. Dari beberapa penelitian terkait yang sebelumnya sudah dilaksanakan, fokus penelitian ini lebih kepada deskripsi sistem penamaan orang Bali secara umum. Penelitian ini merupakan kajian linguistik antropologi yang menitikberatkan pada hubungan aspek-aspek lingual dalam penamaan berkaitan dengan hubungannya secara kultural di dalam masyarakat Bali. Metodologi penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu 1 penyediaan data dengan menerapkan metode cakap dengan teknik rekam dan catat, serta metode studi pustaka; 2 analisis data melalui penerapan pendekatan kualitatif model interaktif; dan 3 penyajian data yaitu dengan memaparkan data secara informal, dan menggunakan tabel. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga aspek yang mempengaruhi sistem penamaan orang Bali, yaitu 1 jenis kelamin, 2 urutan kelahiran, dan 3 sistem kasta. Aspek tersebut memberikan gambaran tentang acuan penamaan orang Bali. Hasil dari penelitian ini mencerminkan aspek lingual sistem penamaan yang dipengaruhi aspek budaya sehingga merepresentasikan budaya Bali itu SalehPenelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk sapaan kekerabatan yang digunakan dalam bahasa Banjar di Tembilahan, Riau. Metode yang dugunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data dikumpulkan melalaui teknik wawancara dan catat. Teknik analisis data yang digunakan adalah metode padan, dengan langkah-langkah mengklasifikasikan data menurut jenisnya, mendeskripsikan masing-masing sapaan, dan pemberian contoh sapaan pemadanan dalam kalimat. Hasil penelitian ini menunjukkan bentuk kata sapaan berdasarkan garis keturunan adalah abah, uwak laki, uwak bini, nanang, acik, abang, kakak, ading, anak, cucu, nenek laki, dan datuk. Sedangkan bentuk kata sapaan kekerabatan berdasarkan garis perkawinan adalah umak, abah mintuhak, umak mintuhak, nenek bini, nenek laki, nanang, acik, ulak, uwak, mantu, bini, laki, kakak ipar, abang ipar, dan ading ipar. Penelitian ini menyimpulkan ada dua bentuk sapaan kekerabatan dalam bahasa Banjar di Tembilahan, Riau, yaitu bentuk kata sapaan kekerabatan berdasarkan garis keturunan dan bentuk kata sapaan kekerabatan berdasarkan garis Kekerabatan Kepurusa di BaliI AsmarajayaMadeAsmarajaya, I Made. 2017. "Sistem Kekerabatan Kepurusa di Bali." Jurnal Advokasi FH Unmas Vol. 7 No. 1 September Makna dan Sejarah Kawitan di BaliInput BaliInput Bali. 2015. "Mengetahui Makna dan Sejarah Kawitan di Bali". diunduh pada tanggal 10 Mei 2018, Pukul Semantik Pronomina Persona dalam Sistem Sapaan Bahasa BaliI Ketut Agus KamajayaAdiKamajaya, I Ketut Agus Adi. 2014. "Struktur Semantik Pronomina Persona dalam Sistem Sapaan Bahasa Bali." Linguistika Vol. 21 Maret Bahasa dan Sikap BahasaHarimurti KridalaksanaKridalaksana, Harimurti. 1982. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Jakarta Nusa Linguistik Edisi Keempat. Jakarta Gramedia Pustaka UtamaHarimurti KridalaksanaKridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik Edisi Keempat. Jakarta Gramedia Pustaka Kata Sapaan Kekerabatan dalam Bahasa Melayu di Kepenghuluan Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Provinsi RiauSariNikaDan ErmantoMuhammad NasutionIsmailSari, Nika, Ermanto, dan Nasution, Muhammad Ismail. 2013. "Sistem Kata Sapaan Kekerabatan dalam Bahasa Melayu di Kepenghuluan Bangko Kiri Kecamatan Bangko Pusako Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau." Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Vol. 1 No. 2 Maret dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara LinguistisSudaryantoSudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta Sanata Dharma University Press.DALEMAGRA SAMPRANGAN (1373 M) ( Raja Bali II ) A. Sistem Pemerintahan. Setelah Dalem Kresna Kepakisan wafat maka putra beliau yang tertua yaitu Dalem Sri Agra Samprangan menggantikan beliau menjadi adipati di Bali dan masih berkeraton di Samprangan. Menurut Babad Dalem , Sri Agra Samprangan mempunyai putra : 1.
Kitawarga bali, agama hindu. Kita satu, kenapa harus mau di bodoh bodohi dengan perpecahan seperti ini? Kita semua sama, sederajat. 2 versi yang pernah saya baca tentang kawitan dan kasta. 1. Yang di mulai dari Shri Nararya Kepakisan, yg menggunakan sistem kasta di bali untuk membedakan mana orang bali dan mana orang jawa, dan untuk menguatkan
Kata Kawitan ini berasal dari bahasa sansekerta yaitu Wit yang artinya asal mula. Asal-usul manusia adalah Leluhur. Jadi, sesungguhnya setiap orang punya kawitan. Dan Kawitan merupakan pengingat asal atau ada pula yang mendefinisikan kawitan merupakan leluhur yang pertama kali datang di Bali atau lahir di Bali. Dasar pemujaan Kawitan didasari oleh Atma Tattwa dan Purnabhawa. Yaitu, roh leluhur akan menjelma kembali menjadi manusia, bisa jadi anak-cucu kita, dalam kaitan ini pemujaan Kawitan adalah bagian dari Bhakti Marga, mewujudkan kasih sayang kepada leluhur dan keturunan kita. Ada juga yang mengartikan pemujaan Kawitan juga dapat didasari oleh Moksa, karena dalam upaya mensucikan roh leluhur, salah satu caranya dengan menyembah roh leluhur, mendoakan tercapainya Amoring Acintya. Di luar Pulau Bali kawitan itu ada tetapi tidak secara visual dalam bentuk merajan. Nah, konsep merajan kawitan ada mulai abad ke-11 yang diterapkan oleh Ida Mpu Kuturan di Bali sebagai benteng, karena bercermin dari pengalaman sejarah runtuhnya kerajaan Hindu di Jawa. Di Pulau Jawa kawitan tidak sedetail seperti di Bali, yang ada adalah dalam bentuk candi pemujaan kerajaan leluhur dan sebagainya yang lebih bersifat umum, yang ikatanya tidak sekuat konsep kawitan di Bali. Mengenai konsep adanya banyak kawitan, ini bersumber dari kondisi sosial dan kedudukan leluhur kita di masyarakat pada jaman dahulu. Contoh, misalnya leluhur kita dahulu pernah menjadi raja, maka keturunannya akan memakai nama kawitan tersebut. Dan begitu pula jika seandainya leluhur kita dulu menjadi wiku, maka keturunannya akan memakai mana kawitan tersebut. Sebab, hal ini bertujuan untuk mengingatkan kita, bahwa sesungguhnya kita punya kawitan para leluhur yang luar biasa, yang sakti, bijaksana, dharma dan berwibawa. Sehingga bisa kita jadikan pedoman dan panutan kedalam diri sendiri. Pura Kawitan merupakan tempat pemujaan roh suci leluhur dari umat Hindu yang memiliki ikatan โwitโ atau leluhur berdasarkan garis keturunannya. Maka dari itu Pura Kawitan bersifat spesifik atau khusus sebagai tempat pemujaan umat Hindu yang mempunyai ikatan darah sesuai dengan garis keturunannya. Berbagai contoh-contoh pura yang termasuk dalam kelompok Pura Kawitan antara lain Sanggah/Merajan, Pura Ibu, Dadia, Pedharman, dan yang sejenisnya. Pasti semeton pernah mungkin sering merasa tidak tenang, tentram atau sakit-sakitan. Nah, itu mungkin bisa jadi kemungkinan karena melupakan kawitan / leluhur. Bukan berarti leluhur menyakiti / membuat tidak merasa nyaman, akan tetapi agar kita tidak melupakan para leluhur dan selalu berbhakti kepada leluhur. Sebab itu merupakan salah satu penerapan dari pelaksaan Panca Srada. Dalam pengertian Panca Sradha adalah lima keyakinan yang dimiliki oleh umat Hindu. Percaya dengan adanya Brahman percaya akan adanya Sang Hyang Widhi Percaya dengan adanya atman percaya akan adanya Sang Hyang Atman Percaya dengan adanya karmaphala percaya akan adanya hukum karma phala Percaya dengan adanya punarbhawa percaya akan adanya kelahiran kembali Percaya dengan adanya moksa kepercayaan akan terjadinya persatuan Atman dengan Brahman bila Atman sudah suci Jika ada semeton yang masih dalam Pencarian Keyakinan Diri atau Pencarian Apakah Kawitannya, hendaknya sering-seringlah sembahyang dan Meditasi. Dan memohon petunjuk kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam keteguhan hati yang kuat serta kesabaran. Berharap sepenuh hati, dan niscaya akan diberikan jalan yang benar menuju ke Kawitan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk semeton. Seandainya ada makna dan sejarah yang kurang lengkap atau kurang tepat. Silakan dikoreksi. Matur suksmaโฆ.
RingkasanBabad Pasek Kawitan Pasek Gegel. Ketika Sira Brahmana beryoga, adalah Ratu Bali yang bernama Ki Mpu Witadharma yang memerintah di Kuntuliku. Beliau mempunyai puta bernama Ki Mpu Wiradharma. Kemudian Mpu Wiradharma menurunkan Ki Mpu Lampita, Ki Mpu Ajnyana, dan Ki Mpu Pastika. Ki Mpu Lampita menurunkan Ki Mpu Kuturan dan Mpu Pradah. When I set out to write about Balinese given names I thought I would just have to explain the four most common names that locals seem to use everywhere. But the Balinese Naming system is somewhat more complex than most common names are Wayan, Made, Nyoman, and Ketut but that is not the complete list. There are alternatives to these names. Nor do Balinese have distinct family names used by all members of the same family. However the Balinese naming system has an order that helps you identify people in different families and social Balinese naming system is used by up to 90% of the Balinese population in Bali and the adjacent islands of Lembongan, Ceningan and Penides. together with western parts of system is thought to have been followed by all Balinese until the Majapahits invaded from Java in the Fourteenth Century and brought the Hindu caste system, Catur Warna, with Balinese people were then considered to be part of the lowest Hindu caste, known as the Sudra while the Majapahits considered themselves to be in the รขโฌลhigherรขโฌย Hindu castes the Triwarna meaning 3 colours namely Wasya, Ksatria and Brahmana. Before that the Balinese, had no caste system, even though they were Sudra caste system then incorporated the Balinese naming system while the higher classes had separate naming systems that are described further on in this people in the Sudra caste name their children depending on the order they are born as seen below, the same names apply to both males and born names Wayan, Putu traditionally for higher caste families, Gede, Ni Luh female onlySecond born names Made, Kadek, NengahThird born names Nyoman, Komang, or NgNga in very rural areasFourth born names Ketut รขโฌโ no other names. The name means little banana, the last banana in the bunch, thought to be derived from times when advisable family size was 3 childrenIf a family has more than four children, the cycle repeats itself, and the next รขโฌหWayanรขโฌโข may be called Wayan Balik, which loosely translates to รขโฌหanother Wayanรขโฌโข.Family names are not really used in Bali, but it is common that a personal name is added. Giving children their names is very important because it is believed that naming a child can affect a child's life. Often the name is symbolic or carries a special meaning. In Bali, after a baby is 12 days old, a special name-giving ceremony is held called รขโฌหngerorasinรขโฌโข . There are several factors considered in name giving, including the childรขโฌโขs sex, caste, clan, birth order and the parentsรขโฌโข choice. Additional "Given" names may be chosen due, for a variety of reasons including influence of popular culture or politics. These names may be a second or third Hindu name that is personal to the child usually with a positive meaning. An example could be Dewi goddess. Sometimes Balinese people use this Hindu name or shorten it to create a nickname. For example, Nuri might be short for when people introduce each other, they usually do not use their personal names, and simply call themselves Wayan, Ketut, etc. TriwarnaThe Triwarna, the three higher castes, Brahmana, Ksatria and Wasya use caste identifiers as the first part of a it is widely acknowledged that the caste system is no longer very important as it was in the past caste members are given names and titles which denote caste and position within a complex and patrilineal hierarchy. How they are named lets others know about the position/hierarchy of the other person. These days Balinese understand the meaning and even though, the caste system is no longer active, they do sometimes communicate, act and react differently based on the information they have extracted from the name of is a caste of merchants, administration officials, soldiers and people might be named as Gusti, Dewa or DesakMore commonly a Wasya man tends to be called Gusti Bagus followed by a personal name and a Wasya woman Gusti Ayu followed by a personal name. Gusti literally means "leader" as members of this caste were often families promoted from the Sudra caste. They often use positional names for the birth order of their children. Sometimes they borrow the whole order of the Sudra caste names, so it is possible to find a name like I Gusti Ketut Rajendra, male of the Wesya caste, fourth born, whose personal name is the past Wasya caste people would add Ngakan, Kompyang, Sang, or Si in front of their name,though nowadays most Wesya descendants do not use these names much is a caste of nobles, kings and warriors casteKsatria are the aristocracy. All of Baliรขโฌโขs kings are names will often begin with the names below and be followed by other given names as diescribed Agung male, Anak Agung Ayu or Anak Agung Istri femaleThe word Agung means "great", or "prominent".I Gusti Ngurah male, I Gusti Ayu femaleTjokorda, sometimes abbreviated as Tjok male, Tjokorda Istri female The word Tjokord literally means "the foot of the Gods", and is awarded to the highest members of the I Dewa, Dewa Agung, I Dewa male, Ni Dewa Ayu, Desak femaleBrahmana the highest caste that includes teachers, priests, judges, writers and philosophersThis Hindu priestly caste is not to be confused with native Hindu priests that have been in Bali before the Majapahits invaded. These native priests are actually from the Sudra caste and still look after the temples, bless Gamelan players before concerts, make and provide holy water caste officiate at larger ceremonies and festivals and have the titles Ida Bagus for a man and Ida Ayu for a woman, and a given personal name. Brahmin people often shorten these names, for example the businesswoman Ida Ayu Ramayanti is usually known as รขโฌลDayu RamaรขโฌยWhen using their full names, Balinese people also add a prefix to indicate gender. รขโฌหIรขโฌโข is for men and รขโฌหNiรขโฌโข is for women, so I Wayan Darma Putra would be a first-born man of the Sudra caste, while Ni Anak Agung Rai would be a woman of the Ksatria short for รขโฌลBapakรขโฌย, father and Bu short for รขโฌลIbuรขโฌย, mother are honorifics you would use as a form of respect with people older than you, or officials or people you don't know well. You could use รขโฌลKakakรขโฌย with someone of a similar age to yourself. It literally means older brother or who change their casteIt is not unusual for someone in Bali to รขโฌลchangeรขโฌย caste, usually by marrying someone of a higher caste. A name often used by Sudra women who marry Wasya men is รขโฌลIbu Jeroรขโฌย. If a lady introduces herself as Ibu Jero she has literally changed her name to indicate she has been รขโฌลadmittedรขโฌย jero to another Pande รขโฌโ people outside the caste Balinese clan that is outside the caste system is the Pande. . They claim descent from a single famous armourer that came to Bali with the Majapahit invaders. They enjoy certain privileges, such as a temple at the Besakih Mother Temple complex that they regard as equal in status to the Brahman temple. Some Pande still use the name Pande before their birth order name that identifies them as members of the Pande Balinese use รขโฌลWestern namesรขโฌย, although they are rarely given to them at birth. Nicknames in Bali can be based on anything including physical attributes such as Made Gemuk fat Wayan, character traits like Ketut Santi peaceful Ketut, or something for no particular reason such as Wayan John .caste balinesename balineseculture castesystem bali๏ปฟbalimengetahui-makna-dan-sejarah-kawitan-di-bali Pukul 10.14 WIB. Kamajaya, I Ketut Agus Adi. 2014.
Apakah Ibu termasuk yang mencari kumpulan nama bayi khas Bali?Banyak yang tertarik memberi nama si kecil dengan nama bayi Bali perempuan atau nama bayi Bali laki-laki sebab nama tersebut kaya makna dan sering terdengar sangat Indonesia sekaligus memiliki arti yang bagus. Nama bayi Bali perempuan dan nama bayi Bali laki-laki sering mengingatkan kita tentang masa kejayaan kerajaan-kerajaan kuno di masa lampau serta filosofi hidup nenek moyang. Tak heran banyak yang ingin menamakan si kecil menggunakan nama bayi Bali perempuan dan nama bayi Bali mencari inspirasi kumpulan nama bayi khas Bali? Simak daftarnya di bawah ini!Kumpulan nama bayi khas Bali laki-laki A-C1. Abipraya bermakna rencana dan kehendak2. Abirama bermakna indah3. Abra bermakna bagus4. Acep bermakna mengharap5. Adnya bermakna perintah6. Adnyana bermakna cahaya7. Adi bermakna adik8. Adhi bermakna mulia9. Aditya bermakna matahari10. Adhyaya bermakna pelajaran11. Adri bermakna gunung12. Agastya bermakna nama Maha Raja dari India yang tinggal di Indonesia13. Ageng bermakna besar14. Agung bermakna besar dan tinggi15. Agra bermakna puncak atau ujung16. Aiswaryan bermakna kewibawaan17. Aji bermakna ayah18. Aksa bermakna mata19. Alit bermakna kecil20. Ambara bermakna langit21. Amerta bermakna hidup22. Anuraga bermakna dicintai23. Arga bermakna harga24. Arsa bermakna ingin25. Bli Panggilan untuk anak lelaki yang lebih Bagus Baik atau Bagja Bahagia dan sejahtera28. Basudewa Nama lain dari Dewa Barata Pria yang Bayu Lelaki yang penuh Bhasma Tanda suci yang diletakkan pada Bimasena Panglima yang Bimantara Bagaikan Bujangga Pemuja pada Cemara bermakna pohon cemara36. Caya bermakna cahaya37. Cakra bermakna nama senjata dewa wisnu38. Catur Chandra Citaprasada Mendapatkan Cokorda Sebutan untuk anak keturunan Cudamani Permata yang nama bayi khas Bali laki-laki D-G43. Dani Seorang Daya Seseorang yang penuh kasih Dharmesta Anak yang Diatmika Ilmu Dwipa Damun bermakna emun49. Daraka bermakna Teguh50. Dhiana bermakna pemusatan pikiran51. Diaksa bermakna ahli52. Destha bermakna bulan Mei53. Dasawara bermakna anak yang suka kebersihan54. Garjita bermakna gembira55. Galang bermakna cerah56. Ganesh Jalan penghidupan, merdeka, bahagia, dan Gautama Pekerjaan yang Gde Panggilan untuk anak Gede Anak paling nama bayi khas Bali laki-laki H-K60. Harinda Cemerlang61. Hita bermakna baik62. Indra Lelaki yang Irawan Nama dari putra Kabinawa bermakna luar biasa65. Kusuma bermakna bungaKumpulan nama bayi khas Bali laki-laki M-Z66. Manacika bermakna pikiran67. Madeem bermakna khidmat, hormat, santun, setia, atau mengabdi68. Praba bermakna sinar69. Rahina bermakna hari atau siang hari70. Saniscara bermakna sabtu71. Sukra bermakna jumat72. Soma bermakna senin73. Wicaksana bermakna bijaksana74. Wisesa bermakna sakti75. Weraspati bermakna kamisKumpulan nama bayi khas Bali perempuan A-C1. Adisri dewi Agni Agniya anak Agya perintah Aishwarya kaya dan Amerta Anamika berbudi Anandamayi penuh Anandini menyenangkan Anila Anis Anjani Aratrika lampu yang memberikan penerangan di bawah Ariti Ascarya tampil ke Aslesha sebuah Astika Bhagwanti Candira Chandani sebuah Chandini cahaya Chandrani permaisuri Charushela karakter atau kepribadian yang Charvi wanita nama bayi khas Bali perempuan D-K25. Damayanti Devangana dewi Devi dewi Devika dewi Dishita Diva siang Divija seseorang yang lahir untuk melakukan hal-hal Divya kilau ilahi yang Drisana putri Dyuthi seseorang seterang Harini Hiranya Ila wanita dari Inas Ishani Jevitha Kaivalya Kalinda Kamini Kanthi ringan atau Karvi Kashi Kira sinar Kunala teratai Kusumina nama bayi khas Bali perempuan L-R50. Laksmi dewi Lalita menyenangkan dan Lavanya Malini Manishita Manisyah Mekala tahu Mohana cantik dan Naima Nalika Nandini Neela biru Nehal gadis yang Nikita kemenangan atau tak Nimi Nisha Nivriti kesenangan atau kegembiraan Pramila nama salah satu istri Pratishta mapan dan Priya Risha Rukma semurni Rukmini istri dewa nama bayi khas Bali perempuan S-Z73. Sachi istri yang Sadhana Sanya terkemuka atau Saraswati dewi Shambhavi baik dan gemar Sharmila senang dan Shashikala cahaya Shivakari hal-hal yang Shresthi terbaik atau Sitara bintang Smita tersenyum Sridevi dewi Suci Susma wanita Swadha kekuatan diri atau Swasti sumber dari segala Sweta berkulit Tanusri Tara Tatya Trisha Varenya Vela Vennya Vibha sinar cahaya, keindahan, atau Vivian penuh arti Vrinda Widya pengetahuan atau kumpulan nama bayi khas Bali yang dapat menjadi inspirasi Ibu dan pasangan dalam memberikan nama si kecil.
ths5.